Gambar: kantindata.com |
Dunia perguruan tinggi merupakan wahana bagi manusia-manusia tertentu yang ditempa untuk menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan intelektualitas terdepan dalam suatu peradaban bangsa. Intelek kampus menjadi unsur penting dalam keikutsertaannya membangun dan mengembangkan bangsa ke arah yang lebih baik. Intelektual yang berani dan kritis akan mengantarkan peradaban bangsa menuju peradaban yang tinggi. Sebaliknya, intelektual pasif dan ciut nyali berpotensi besar menyebabkan kemunduran suatu peradaban. Barangkali bisa dikatakan bahwa maju dan mundurnya peradaban suatu bangsa ditentukan pada kaum intelektual.
Seorang filosof Italia Antonio Gramsci mengatakan bahwa, semua manusia adalah intelektual tetepi tidak semua orang dalam masyarakat memiliki fungsi intelektual. Fungsi intelektual tidak hanya menafsirkan realitas di sekitarnya, tetapi juga berkeinginan kuat mengubah keadaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ketidakadilan yang makin nyata, korupsi yag semakin masif, kesejahteraan yang rakyat yang berubah menjadi kesejahteraan penguasa, komersialisai pendidikan, kewajaran gratifikasi dan nepotisme, pengingkaran sumpah penguasa, bahan pangan pokok yang melambung tinggi, penggendutan utang negara serta permasalahan-permasalahan lainnya yang semakin rumit dan semakin terbelit-belit hingga sulit untuk diurai, seharusnya menjadi bahan kritik bagi para intelek yang mau berpihak pada rakyat biasa (yang notabene hanya menjadi budak penguasa).
Pada tahun politik 2019 ini, kaum intelek diuji sikap dan tindakannya dalam mengawal proses demokrasi di Indonesia. Kritik dan saran kaum intelek sangat berpengaruh untuk ikut mencerdaskan rakyat. Apabila rakyat cerdas dalam memilih calon presiden beserta wakilnya, maka akan terpilih presiden dan wakil presiden yang melayani rakyatnya, mencintai rakyatnya, dan tentunya mengangkat dan mengutamakan kepentingan rakyanya disbanding kepentingan keluarga ataupun partai pengusungnya.
Kajian-kajian yang dilakukan oleh intelek harus dilakukan secara lebih sering untuk menguji visi, misi, dan program-program yang diusung oleh calon presiden dan wakil presiden baik dari petahana maupun dari penantang. Seorang intelek ekonomi dapat mengkaji strategi masing-masing kandidat dalam bidang ekonomi baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Seorang intelek Pendidikan dapat menilik kearah mana anak-anak bangsa akan dididik guna mempersiapkan dirnya sebagai penerus bangsa. Seorang intelek hukum dapat membidik mana saja program-program hukum yang dapat direalisasi untuk menjawab ketidakadilan dan ketimpangan hukum. Dan semua intelek dapat melakukan hal-hal serupa untuk menguji dan mengkaji masing-masing kandidat dengan kapasitas disiplin ilmu yang dikuasai.
Hasil dari kajian para intelek diatas dapat dijadikan rekomendasi dan referensi bagi masyarakat yang kurang menguasai keilmuan-keilmuan tersebut. Jadi, hasil ini harus dipublikasikan ke berbagai platform media sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengaksesnya.
Kemudian, yang menjadi tugas kaum intelek dalam mengawal pilpres 2019 yaitu menghalau desis-desis berita bohong yang makin marak beredar di masyarakat.
Para intelek harus menjadi sumber pembenaran berita hoax, jika dirinya mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apalagi kini, kampanye yang terjadi dilapangan tidak mencerminkan Pendidikan politik yang diamanatkan oleh Undang-undang nomor 17 Tahun 2017. Para kandidat presiden dan wakil presiden malah menyibukkan diri dalam masa kampanye dengan menyerang pribadi lawan politikya. Dan substansi kampanye untuk menawarkan visi, misi, dan program menjadi blur dengan adanya kampanye dan ujaran-ujaran pengundang kontroversi. Hal ini juga akan menjadi iklim yang cocok bagi berkembangnya berita hoax dan ujaran kebencian yang berpotensi memporak-porandakan kesatuan dan keutuhan bangsa.
Kaum intelek baik yang sudah dalam suatu lembaga maupun yang masih ada di lingkungan kampus, memepunyai peranan yang sangat penting dalam mengawal proses demokrasi di tahun politik 2019. Intelek dapat memperjuangkan bangsa lewat keilmuannya yang diatas rata-rata. Masyarakat dapat tercerdaskan dengan adanya kajian-kajian disiplin ilmu yang dikuasai dan mengujinya dengan program-program yang diobral capres dan cawapres. Para intelek seakan menjadi lentera ditengah gonjang-ganjing perpolitikan nasional yang penuh dengan isu intoleran, ujaran kebencian, dan perpecahan bangsa Indonesia.
Penulis: Miftakhul Falah
Mahasiswa Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang
LABEL:
Artikel