Gambar: batutimes.com |
Masuknya agama Islam ke Indonesia disampaikan melalui cara damai tanpa kekerasan. Salah satu media yang digunakan yaitu dengan mendirikan pesantren. Dalam hal ini, pesantren menjadi tempat dan sarana seseorang untuk menggali dan mempelajari ilmu agama.
Pendidikan pesantren yang mengedepankan nilai karakter menjadi ciri khas tersendiri. Hal ini dilihat dari sikap santri yang santun kepada kyai atau guru, tawadhu kepada sesama, rajin melaksanakan ibadah, serta sikap mandiri menjadi nilai lebih pesantren untuk menjadi benteng dalam mengahadapi arus globalisasi. Sebuah tantangan tersendiri bagaimana pesantren mampu untuk memperkuat identitas karakter santri di era digital.
Semakin majunya teknologi membuat informasi mudah diakses. Keadaan ini membuat nilai-nilai spiritual santri semakin kering bagaikan musim kemarau. Pasalnya, dengan adanya kemudahan di era digital ini membuat arah hidup seseorang semakin tak terarah seperti, penggunaan gadget yang berlebihan membuat sesorang lalai dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
Selain itu, arus globalisasi berdampak pada masuknya budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai norma masyarakat Indonesia. Contohnya meniru gaya berpakaian Barat yang bertentangan budaya local. Akibatnya, generasi muda saat ini mengalami kemerosotan nilai karakter. Jika hal ini dibiarkan, maka akan mengancam kedaulatan suatu negara karena generasi muda yang sudah kehilangan nilai karakter.
Hal ini terbukti di setiap masjid, surau, ataupun mushola sedikit pemuda yang berangkat untuk melaksanakan salat berjamaah. Kebanyakan dari masjid, surau atau mushola diisi oleh para orang tua, ataupun anak-anak, lalu dimana keberadaan para pemuda ?. Keberadaan pemuda lebih senang mendatangi tempat hiburan seperti café dan mall. Tampaknya, era digital membuat nilai-nilai karakter dan spiritual semakin bergeser dan mengalami penurunan hal ini diringi dengan semaki meningkatnya kenakalan remaja setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2016 menunjukan bahwa kekerasan pada sesama remaja di Indonesia diperkirakan mencapai 50 persen. Sedangkan dilansir dari data Kementerian Kesehatan RI tahun 2017,terdapat 3,8 persen pelajar dan mahasiswa yang menyatakan pernah menyalahgunakan narkotika dan obatan berbahaya. Dari data tersebut jelas bahwa era digital mengeser nilai karakter pemuda saat ini.
Pesantren dalam hal ini seharusnya bisa menjadi benteng untuk memperkuat identitas karakter santri di era digital saat ini. bagaimana santri bisa memberikan pengaruh positif kepada pemuda yang lain agar tidak terpengaruh dengan pengaruh negatif di era digital saat ini, bukan malah terpengaruh di era digitaal saat ini. Sebuah tantangan terbesar bagi santri untuk bisa memperkuat identitas karakter di era digital saat ini.
Penulis; Ahmad Romadhon Abdillah
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Walisongo dan Santri Islamic Boarding School Bina Insani Semarang
LABEL:
Artikel