Glock dan Stark membagi dimensi pengukuran keberagamaan seseorang menjadi lima. Di antaranya yaitu dimensi ideological (kepercayaan, keyakinan), ritual (praktik agama), experiencial (pengalaman), intelektual (pengetahuan), dan dimensi konsekuensional (pengamalan). Setiap agama pada dasarnya memiliki kelima dimensi tersebut, termasuk agama Islam.
Hemat kami, dari lima dimensi tersebut, dimensi ideologi atau keyakinan merupakan hal yang paling mendasar. Bahkan, titik temu enam agama yang ada di Indonesia terefleksi dalam sila pertama Pancasila yakni keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Semua agama meyakini adanya sang khalik, pencipta seluruh alam semesta.
Dalam Islam, dimensi beragama dibagi menjadi Aqidah, Syariah, dan Akhlak. Ada juga yang membaginya menjadi Iman, Ilmu, dan Amal. Dimensi keyakinan, belief termasuk ke dalam dimensi Aqidah atau dimensi Iman. Secara operasional dimensi ini terdiskripsi dalam enam rukun Iman: Iman Kepada Allah swt, malaikat, kitab suci, nabi dan rasul, hari akhir, serta iman kepada qadla dan qadar Allah.
Keyakinan Berislam
Dalam Islam, keyakinan terhadap keenam aspek tersebut sudah final dan mengikat. Semua orang beriman wajib mengimani (percaya tanpa harus membuktikan) terhadap hal tersebut. Informasi apapun yang ada dalam kitab suci Al-Qur’an wajib diyakini.
Sebagai contoh, informasi dalam QS Muhammad: 33 yang berbunyi:
ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا Ø£َØ·ِيعُوا اللَّÙ‡َ ÙˆَØ£َØ·ِيعُوا الرَّسُولَ ÙˆَÙ„َا تُبْØ·ِÙ„ُوا Ø£َعْÙ…َالَÙƒُÙ…ْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”
Ayat tersebut secara jelas memberi peringatan kepada orang-orang beriman agar jangan sampai merusak dan bahkan menghilangkan pahala amal kebaikan yang telah dilakukannya.
Alangkah ruginya kita telah melakukan banyak amal sholeh yang disangkanya berpahala banyak ternyata di akhirat, pahala amal sholeh diidam-idamkannya itu musnah semua.
Informasi kitab suci menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan nilai kebaikan yang kita lakukan atau pahala amal sholeh kita hilang dan/atau rusak.
Pertama, kekufuran yaitu sikap menolak dan menentang ajaran Allah. Dalam QS Ali Imran: 85 disebutkan “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Sebaik apapun perbuatan seseorang, itu tidak akan bernilai jika tidak dilandasi dengan iman. Barangkali di mata dunia itu bernilai, tetapi di akhirat sama sekali nol. Ibarat abu yang ditiup angin dengan keras pada hari yang berangin kencang (QS Ibrahim:18). Dalam surat yang lain disebut sebagai haba’an manshura, debu yang berterbangan. Informasi lain menyebutkan seperti fatamorgana, dikiranya ada tetapi sejatinya tidak ada.
Kedua, keluar dari Islam (murtad). Jika kita murtad, amal sholeh yang kita lakukan akan terhapus. Dalam QS Al-Baqarah: 217 menyebutkan “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”
Ketiga, kemusyrikan yaitu sikap menduakan Allah swt dengan makhluk-Nya. Kita menempatkan uang, jabatan, benda-benda/makhluk seperti Tuhan. Perbuatan itu dapat menyebabkan terhapusnya pahala kebaikan seseorang. Demikian penjelasan dalam QS Az-Zumar: 65 "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.
Keempat, kefasikan yaitu sikap atau perbuatan seseorang yang gemar melakukan kemaksiatan sementara dia tahu bahwa yang dilakukan adalah kemaksiatan. Hobinya adalah berbuat maksiat, berbuat kerusakan.
Mereka suka berbuat fasad yaitu sikap membuat kerusakan di bumi ini baik kerusakan alam maupun kerusakan lingkungan sosial. Bisa jadi, bencana alam, banjir, tanah longsor, tsunami dll adalah sebagian terjadi karena karena perbuatan manusia dan kebijakan yang mengabaikan lingkungan.
Informasi dalam QS Ar Ruum: 41 menyebutkan bahwa “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)"
Dalam konteks pemilu (pilpres dan pileg): calon presiden dan wakil presiden, calon anggota legislatif dan para tim kampanye perlu meyakinkan (dengan seyakin-yakinnya) kepada masyarakat bahwa problem-problem bangsa akan bisa terselesaikan jika mereka terpilih. Karena dimensi keyakinan ini menempati posisi yang sentral. Wallahu’alam.
Dr. H. Aji Sofanudin
Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insani Semarang
LABEL:
Tausiah